kita & LITERASI
Kumpulan catatan tentang tutur literatur
Jelang lepas landas menuju Jakarta dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim pada Oktober 2017, membuka-buka halaman koran Tempo, saya terhenti pada sepotong kalimat dari Zulkifli Hasan. “Sila pertama sekarang sudah diganti menjadi keuangan yang mahakuasa,” kata Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Permusyawwaratan Rakyat di Makassar kemarin menegaskan bahwa sistem atau undang-undang pemilihan kepala daerah segera dibenahi agar sila pertama pancasila tidak berubah. (Koran Tempo edisi Rabu 11 Oktober 2017). Berkali-kali saya baca potongan kalimat Zulkifli Hasan “keuangan yang maha kuasa”. Saya mengulangi dalam hati: “keuangan yang maha kuasa”, “keuangan yang maha kuasa”, “keuangan yang maha kuasa”. Saya teringat buku Kapitalisme Semu Asia Tenggara karya Yoshihara Kunio Guru Besar ilmu Ekonomi Universitas Kyoto Jepang. Buku yang terbit pertama kali 29 tahun lalu itu, dan diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia pada 1990 oleh LP3ES, Yoshihara Kunio menyebut setelah melakukan penelitian sejak 1970 menyimpulkan tipe kapitalisme ini sangat berbeda dari kapitalisme yang timbul di Barat dan Jepang, di mana kapitalisme telah mempelopori pembangunan ekonomi, paling tidak sejak revolusi industri. Kendati adanya kemajuan industri, peranannya jauh dari dinamis.”Agaknya, kapitalisme yang muncul di Asia Tenggara merupakan jenis baru: ersazt capitalism.” Kapitalisme Asia Tenggara disebut semu karena beberapa alasan. Bagi kaum fundamentalis Islam dan kaum nasionalis yang chauvinis, ia disebut semua karena ia didominasi oleh kaum kapitalis cina. Meskipun hal ini tidak begitu tepat di bawah berbagai kebijakan pemerintah yang mendorong kewirausahaan bumiputra, namun para kapitalis Cina masih tetap memegang kendali yang sesungguhnya atas kapitalisme asia tenggara (lebih tepat porsi non asingnya). Bagi para ekonom laissez-faire, kapitalisme asia tenggara disebut semu karena ia didominasi oleh para pemburu-rente (rent seekers). Sebenarnya, terdapat jenis-jenis kapitalis yang janggal seperti kapitalis konco (crony capitalist) dan kapitalis birokrat. Di samping itu, ada pemimpin-pemimpin politik, anak-anak dan sanak keluarga mereka, dan keluarga-kraton terlibat dalam bisnis. Apa yang mereka buru bukan hanya proteksi terhadap kompetisi asing, tetapi juga konsesi, lisensi, hak monopoli, dan subsidi pemerintah (biasanya berupa pinjaman berbunga rendah dari lembaga-lembaga keuangan pemerintah). Akibatnya, telah tumbuh subur segala macam penyelewengan. Buku setebal 367 halaman ini membahas masalah para kapitalis yang telah menciptakan kapitalisme semu di asia tenggara. Minat Yoshiara Kunio berawal pada 1970 saat ia mengunjungi Filipina. Ia mengumpulkan data mengenai ini. Lalu, ia ke Malaysia, Thailand, Singapura, lalu berada di LIPI selama tiga bulan di Indonesia. Ia melakukan riset dan mengumpulkan data dan informasi terkait kapitalisme semu. Namun, ia jua juga menemui rintangan karena langkanya infromasi tercetak, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang, di mana beribu-ribu bahan mengenai sejarah perusahaan dan biografi serta banyak jurnal dan surat kabar bisnis dapat diperoleh. Yang tersedia di Asia Tenggara seringkali dangkal dan tidak selalu dapat dipercaya. “Usaha untuk menutupi kekurangan ini melalui wawancara kerapkali gagal karena para usahawan terkemuka tak dapat dihubungi,” kata Yoshihara Kunio,” Hal ini berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh seorang Antropolog Sosial yang ingin mewawancarai para petani di sebuah desa (para petani selalu mempunyai banyak waktu bagi siapa saja yang ingin mewawancarainya),”katanya,”kalaupun para usahawan bersedia diwawancarai, mereka boleh jadi tidak selalu menceritakan hal yang sebenarnya, karena dalam perjalanan mereka mencapai sukses, secara sengaja atau tidak, mereka mungkin telah menempuh praktek-praktek yang diragukan kejujuranya.” Ersatz berasal dari bahasa Jerman yang berarti “subsitusi” atau “pengganti”. Dalam bahasa Inggris yakni “pengganti yang lebih inferior”, dengan demikian, menurut Arief Budiman dalam pengantar, ersatz berarti bukan kapitalisme yang tulen, kapitalisme subsitusi yang lebih inferior. Menurut Arief Budiman, Yoshihara secara singkat mengatakan kapitalisme semu asia tenggara karena dua hal: Pertama, di Asia Tenggara campur tangan pemerintah terlalu banyak sehingga mengganggu prinsip persaingan bebas dan membuat kapitalisme tidak dinamis. Ini juga yang menimbulkan tumbuhnya pencari rente di kalangan birokrat pemerintah, sehingga wiraswastawan sesungguhnya tidak berkembang. Juga menimbulkan kekuatan ekonomi pengusaha-pengusaha keturunan Cina, yang melalui koneksinya dengan para birokrat negara, berhasil memperoleh fasilitas-fasilitas khusus bagi usahanya. Yoshihara sendiri tidak secara a priori menentang campur tangan pemerintah. Tapi, campur tangan pemerintah yang terjadi di asia tenggara sudah terlalu berlebihan, sehingga mematikan dinamika sistem kapitalisme sendiri. Kedua, kapitalisme di asia tenggara tidak didasarkan perkembangan teknologi yang memadai. Akibatnya tidak terjadi industrialisasi yang mandiri. Padahal, menurut Yoshihara, industrialisasi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk sebuah pembangunan ekonomi yang mandiri. Dia menyatakan, kekuatan ekonomi Jepang sekarang bukan terletak pada keahliannya di bidang perbankan, atau usaha real estate, atau usaha jasa lainnya (semua ini bisa dikerjakan secara sama baiknya oleh pengusaha-pengusaha asia), tapi pada penguasaan teknologinya yang tinggi. Kapitalisme di asia tenggara kebanyakan bergerak di bidang jasa. Inggris adalah negara pertama yang mengembangkan diri berdasarkan prinsip kapitalisme liberal yang diperjuangkan di dalam dan luar negeri. Inggris membangun pabrik tekstik dan pabrik mesin tekstil, dengan modal yang dihimpun dari perorangan, khususnya bangsawan atau para petani pemilik tanah kaya, tanpa bantuan lembaga perbankan dan pemerintah. Campur tangan pemerintah ketika itu hanya akan mengacaukan siapa saja apa yang sudah berjalan dengan baik, paling sedikit bagi kaum bangsawan. Sistem kapitalisme liberal adalah sistem yang memang sangat cocok dalam kondisi dengan swasta dan kewiraswastaan sebagai motornya. Di dunia internasional, Inggris adalah negara pertama yang melaksanakan revolusi industri. Tidak heran kalau Inggris menjadi pembela sistem perdangan bebas internasional, karena sistem ini menguntungkan bagi Inggris. Lalu, Jerman dan Perancis generasi kedua yang melakukan industrialisasi. Yang sama antara Kapitalisme dan Kapitaisme semu di asia tenggara, menurut Arief Budiman, yang sama cumalah bentuk-bentuk dasarnya, yakni bahwa dia didasarkan pada pemilikan pribadi alat-alat produksi, sistem pasar yang dipakai sebagai dasar pertukaran barang dan jasa, serta tenaga kerja menjadi komoditi yang diperjual belikan di pasar. “Mereka yang disebut kapitalis di Barat abad ke-18 atau Jepang, pada pokoknya merupakan “spesies” yang sama dengan mereka yang penulis sebut sebagai kapitalis di asia tenggara,” kata Yoshihara,”mereka menguasai sejumlah besar modal, menggenggam kekuasaan ekonomi, dan dapat bertindak sebagai pelopor modernisasi ekonomi.” Yoshihara membentang dalam bukunya sejarah awal masuknya kapitalisme di Asia Tenggara. Saya fokus pada Kapitalisme semu di Indonesia. Di Indonesa ia dimulai sejak masukanya VOC dan EEC seiring masuknya penjajahan. Pengusaha Belanda dan Inggris (atau modal Barat lainnya) menguasai bisnis melalui perusahaan-perusahaan perkebunan, peleburan timah, perusahaan pengerukan timah, bank, perusahaan dagang, Namun, perang pasifik mengubah dominasi kapitalisme Barat di Indonesia. Indonesia selain menasionalisasi perusahaan Belanda juga membangun perusahaan negara, Jepang mulai melakukan peran di Indonesia tahun 1960-an. Dengan perekonomian hancur di era Soekarno, pemerintahan orde baru tak mempunyai pilihan kecuali menawarkan insentif yang royal kepada investor asing. “Walaupun kapitalisme di asia tenggara diciptakan oleh modal Barat dan didominasi olehnya selama sekitar satu abad, tetapi situasi ini telah berubah secara dramatis dalam beberapa dasawarsa yang lalu,” kata Yoshihara sambil menunjukkan pada kita perkembangan kapitalis Barat, Cina dan Pribumi. Kapitalis Semu di Indonesia, menampak wujud seperti yang disebut Yoshihara pemburu rente dan spekulator. Ia membikin senarainya: Para kapitalis yang mencoba menjalin hubungan dengan pemerintah demi keuntungan bisnis dapat disebut pemburu rente (rent seekers) karena pada pokoknya mereka mencari peluang-peluang untuk menjadi penerima rente yang dapat pemerintah berikan dengan menyerahkan sumberdayanya, menawarkan proteksi, atau memberikan wewenang untuk jenis-jenis kegiatan tertentu yang diaturnya. “Rente” di sini didefinisikan sebagai selisih antara nilai pasar dari suatu “kebaikan hati” pemerintah dengan jumlah yang dibayar oleh si penerima kepada pemerintah atau secara pribadi kepada penolongnya di pemerintahan (kalau ia tidak membayar sama sekali, maka seluruh nilai pasar adalah rente, atau lebih tepatnya, rente ekonomi). Asia tenggara masa kini mempunyai banyak pemburu rente, tak terkecuali di Indonesia. Yoshiara, membuat kategori-kategori kapitalis pemburu rente yang lain diciptakan berdasarkan cara mereka mengembangkan hubungannya dengan pemerintah: Kapitalis Kraton. Di Indonesia ada keluarga-kelurga keraton, para sultan dan keluarga mereka. Keterlibatan keraton dalam bisnis paling tidak signifikan di Indonesia, karena hanya sedikit sultan yang masih ada, di antara mereka hanya Sultan Yogyakarta, yang memiliki hampir separuh saham Bank Dagang Nasional Indonesia, salah satu bank dagang terbesar di Indonesia, dan memiliki atau memegang saham sejumlah perusahaan yang lain (seperti PT Duta Merlin, sebuah kompleks pertokoan di Jakarta). Keluarga Presiden. Presiden Soeharto melakukan investasi di bisnis pada perusahaan-perusahaan milik liem Sioe Liong, meski sulit dibuktikan, tapi keluarganya terlibat luas dalam bisnis: Probosutedjo, Sudwikatmono, Bernard Ibnu Hardjono, tiga putra presiden juga terjun dalam bisnis. Kapitalis Konco. Ia merupakan usahawan sektor swasta yang memperoleh keuntungan sangat besar dari hubungan eratnya dengan kepala negara. Lie Sioe Liong dan Bob Hasan punya hubungan erat dengan Presiden Soeharto. Hubungan Liem dengan Soeharto bermula sejak akhir 1950an ketika Soeharto memimpin Divisi Diponegoro, Jawa Tengah. Liem memperoleh kepercayaan Soeharto melalui hubungan bisnis, dan sesudah Soeharto berkuasa pada 1965, Liem memperoleh sejumlah monopoli dan menikmati hak-hak istimewa pemerintah. Liem terus membangun kerajaan bisnis terbesar di Indonesia dengan memiliki saham pada perbankan, bajaj, real estate, semen, kendaraan bermotor dan perdagangan. Bob Hasan juga teman baik Soeharto waktu di Divisi Diponegoro. Bob Hasan memperoleh sejumlah konsesi gelondongan kayu dan telah membangun sebuah kelompok bisnis kayu gelondongan dan pengolahan kayu. Ia terjun di bisnis pelayaran, manufaktur, perdagangan dan konstruksi. Kapitalis Birokrat. Pertama, mereka yang memenuhi syarat sebagai kapitalis birokrat pernah memegang atau masih memegang jabatan birokrat yang mereka gunakan untuk akumulasi modal awal mereka. Kedua, kalau mereka tidak lagi memegang jabatan birokratis, mereka mungkin masih mempertahankan hubungan yang erat dengan pemerintah dan memanfaatkannya untuk bisnis mereka. Ketiga, mereka mempunyai bisnis sendiri dan menjalankannya seperti yang dilakukan oleh kapitalis yang lain. Kondisi terakhir mengesampingkan banyak purnawirawan perwira militer di Indonesia dari grup kapitalis birokrat. Sesudah pensiun, untuk menambah uang pensiun mereka, para perwira tinggi militer (jenderal dan lain-lain) sering menjalin hubungan dengan orang Cina dan memperoleh pendapatan yang menarik dengan mendapatkan fasilitas dan pemerintah bagi para mitra Cina mereka. Mereka lebih bertindak sebagai Rentier: mereka dibutuhkan dab dibayar untuk pengaruh mereka terhadap pemerintah. Nama-nama kapitasli birokrat dari pensiunan tentara: Ibnu Sutowo, Soemitro, Andi Sose, dan lainnya. Politisi yang beralih menjadi kapitalis. Tak banyak politisi beralih menjadi kapitalis karena kekuasaan dibatasi. Di Indonesia tentara memainkan peranan sentral dalam pemerintahan, paling tidak dalam periode orde baru. Kapitalis yang beralih menjadi politisi. Di Indonesia, beberapa pengusaha pribumi memasuki dunia politik atau mengabdi pemerintah dalam suatu jabatan yang penting semasa pemerintahan Soekarno, walaupun jumlah mereka lebih sedikit dan kurang penting dibanding dengan tipe pemburu rente yang lain. Kapitalis lain yang berkoneksi dengan pemerintah. Ia mencakup semua kapitalis lain yang mempunyai koneksi dengan pemerintah dan memanfaatkannya untuk bisnis. Pemerintah dapat memberikan suatu hak monopoli, konsesi gelondongan atau pertambangan, atau lisensi yang banyak diincar, memberikan proteksi atas kompetisi asing, bantuan keuangan, dan suatu kontrak yang besar dari pemerintah, mengangkat leveransir khusus, memberikan pertimbangan khusus pada permohonan reklasifikasi hak guna tanah, dan menjual harta pemerintah dengan harga konsesi. Mereka yang mempunyai koneksi dengan para pejabat tinggi pemerintah, siap memanfaatkan hak-hak istimewa ini, karena memperoleh banyak keleluasaan dalam pengambilan keputusan. Di Bab Akhir bukunya, Yoshihara menambahkan lampiran daftar Investor-investor asing, Kapitalis Besar Cina dan Kapitalis Besar Pribumi di Asia Tenggara, khusus di Indonesia nama-nama mereka masih ada yang masih hidup hingga kini, dan ada yang digantikan oleh penerusnya. Lalu apa kaitan, Zulkifli Hasan dengan dalam kategori-kategori kapitalis di atas? Ceritanya begini, kurang dari sebulan menjadi Menteri Kehutanan rezim Presiden SBY, ia menerbitkan SK 673/Menhut-II/2014 tentang kawasan hutan propinsi Riau, yang isinya seluas 1,6 juta kawasan hutan menjadi non kawasan hutan. Saat menyerahkan SK itu bertepatan dengan ulang tahun Propinsi Riau. Ia mengatakan di depan Annas Mamun, Gubernu Riau, bila ada usulan perubahan lagi silakan diajukan ke Kementerian Kehutanan. Annas bergegas membuat perubahan usulan untuk mengeluarkan salah satunya kebun sawit milik Gulat (Dosen Pertanian Unri) dan Edison Marudut (polisi Demokrat Riau) serta perkebunan sawit perusahaan milik Darmadi (Duta Palma Grup). Semua kebun sawit itu berada dalam kawasan hutan berdasarkan SK 673 termasuk TGHK Riau tahun 1986. Annas Mamun di OTT oleh KPK di Jakarta. Secepat kilat, dua minggu sebelum berakhir, Zulkifli Hasan menerbitkan SK Nomor SK.878/Menhut-II/2014, yang isinya hampir sama dengan SK 673. Hasll temuan Pansus DPRD Riau 2015 dan invesitasi Eyes On The Forest menemukan 104 perusahaan sawit diputihkan (otomatis legal) dalam SK 673/878. Artinya 104 perusahaan itu yang selama ini illegal karena berada dalam kawasan hutan, menjadi legal setelah dikeluarkan dari kawasan hutan berdasarkan SK 673/878 yang diteken Zulkifli Hasan. Ke 104 perusahaan itu terafiliasi dengan Wilmar, First Resources, Astra, Sinarmas Grup, Salim Grup, Provident Agro dan taipan sawit lainnya. Korporasi-korpoarsi sawit itu hidup sejak era Soeharto hingga kini. SK 673/878 juga diprotes Pemerintah Propinsi Riau, tahun 2015 mereka mengajukan ke Ombudsman. Ombudsman pada 2016 menyatakan Zulkifli Hasan telah melakukan mal administrasi PP tentang perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan. Nah, masuknya Gubernur Riau Annas Mamun karena Zulkifli Hasan. Korporasi sawit berjumlah 104 perusahaan menjadi legal karena Zulkifli Hasan. Mengapa Zulkifli Hasan melegalkan 104 perusahaan itu jelang masa jabatan berakhir? Ujung ceritanya, kita tahu Zulkifli Hasan mencalonkan diri menjadi Anggota DPR RI dari Lampung. Zulkifli Hasan, kini menjadi ketua MPR dan ketua PAN. Semasa menjadi Menteri Kehutanan, dia sangat dekat dengan SBY. Kini, dia juga masih punya kekuasaan di dunia politik. Dan, perbuatannya di Riau, adalah cerminan dia pemburu rente. Yang memburu dengan gagah perkasa, meski rakyat Riau terkena dampak Solastalgia. Oleh : Made Ali Tulisan ini juga bisa dibaca di https://madealikade.wordpress.com/2017/11/04/kapitalisme-semu-asia-tenggara/#respond
0 Comments
Leave a Reply. |
KontributorKami adalah sekumpulan orang yang terikat hubungan pertemanan yang kebetulan suka membaca. Kami mencintai buku dan pengetahuan di dalamnya untuk kebaikan semesta alam. Arsip
January 2018
Kategori |